Sejarah Komunikasi Propaganda dan Kampanye

Source Photo: Merdeka.com 


Ditulis Oleh : 

Aflah Ghani Ramadhan - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran


1.1 Latar Belakang

Mendengar istilah terminology propaganda dan kampanye, mungkin sudah tidak asing kita dengar dalam pembicaraan maupun bahan referensi buku, surat kabar atau dokumen  yang biasa kita baca. Propaganda berasal dari bahasa latin “propagare” yang artinya cara tukang kebun menyemaikan tunas dari suatu tanaman ke tanaman yang lain atau lahan untuk menghasilkan sebuah tanaman baru yang kelak akan tumbuh sendiri. dengan kata lain arti dari makna tersebut adalah berkembang atau memekarkan (untuk tunas). Mengulas sedikit dari asal usul sejarah propaganda, dikembangkan untuk memekarkan agama katolik roma, baik di italia maupun negara-negara lainya, tidak hanya digunakan dalam bidang agama saja, namun komersial, pemerintahan, pendidikan, dan politik.

Mendengar atau membaca istilah makna dari kata propaganda sendiri tentu memiliki makna penafsiran yang berbeda dari setiap pengalaman orang yang memahaminya, adapun orang yang menafsirkan positif dikarenakan suatu tindakan yang mempengaruhi dan membawa sebuah perubahan yang baik, ada juga orang yang menafsirkan negatif dikarenakan sebuah kegiatan yang merugikan dan membuat keadaan menjadi chaos. Istilah propaganda dapat memiliki makna negatif apabila telah mengukir kan suatu gambaran buruk terhadap pemikiran atau mindset orang. Akibatnya banyak orang yang beranggapan bahwa mempelajari propaganda adalah sesuatu yang buruk dan tidak ada kebaikan, sehingga alangkah baiknya tidak perlu diketahui, apalagi dipelajari.

Berdasarkan hasil penelitian yang dikerjakan oleh Harold D Lasswell, mengenai penelitian kegiatan propaganda, semua hasil temuan mengenai propaganda tercatat penting dan bernilai, adapun hasil penelitiannya mengenai propaganda yang terjadi pada zaman Perang Dunia 1, dipublikasikan menjadi sebuah buku pada tahun 1927 yang berjudul “Propaganda Technique in The World War”,  malah mendapatkan respon yang kurang baik, dimana karya tersebut alangkah baiknya jangan dipublikasikan, bahkan harus segera dihancurkan, reaksi para pembaca merasa ketakutan ketika menunjukan adanya sebuah teknik - teknik propaganda, yang takut disalah gunakan ketika zaman setelah Perang Dunia 1 (Severin; Tankard Jr, 2007:127).

Harold D.Laswell di dalam tulisanya Propaganda (1927) Mengatakan bahwasanya “Propaganda merupakan sebuah teknik untuk mempengaruhi kegiatan manusia dengan memanipulasi sebuah representasi” (propaganda in broadest sense is the technique of influencing human action by the manipulation of presentations). adapun definisi lain yang ditulis oleh Harold D.Laswell dalam buku Propaganda Technique in the world (1927) beliau berkata “Propaganda merupakan semata-mata adalah kontrol opini yang dilakukan melalui simbol-simbol yang memiliki arti atau menyampaikan nya dengan konkrit, akurat, dan teliti, melalui sebuah rumor laporan, gambar-gambar dan bentuk yang digunakan dalam komunikasi sosial”  (It refers [propaganda, pen] solely to the control of public opinion by significant symbols, or to speak more concretely and less accurately, by the stories, rumours, report, picture, and other form of social communication”) (Welcsh, 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Menilik dari bahasan propaganda, tentu komunikasi memiliki sebuah korelasi atas definisi tersebut, sama halnya dengan kampanye. Kampanye merupakan sebuah bentuk kegiatan komunikasi menyampaikan informasi atas kepentingan pribadi yang terencana, untuk mencapai tujuan tertentu dan berupaya mempengaruhi khalayak sebagai sasaran.Sedangkan menurut Venus (2004 dikutip dalam arifin 2019:51), pengertian secara umum mengenai makna kampanye sendiri secara umum sudah dikenal pada tahun 1940 an, yaitu “Campaign is generally exemplify persuasion in action” yang artinya kampanye secara umum menampilkan sebuah kegiatan yang membujuk.

Berdasarkan pengertian tersebutlah tentu kampanye merupakan suatu komponen penting dalam ilmu komunikasi, agar dapat mempengaruhi khalayak dan mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan kurun waktu tertentu. Kampanye dan Propaganda sama-sama membangun jaringan komunikasi untuk menyampaikan sebuah gagasan merek, jadi pada kenyataanya kedua hal ini memang memiliki kemiripan dalam sebuah konsep, memang cukup tipis membedakan kedua konsep propaganda dan kampanye. Jika menilik dari perbedaan metodenya, mungkin kampanye jauh lebih persuasif ketimbang propaganda dikarenakan disertai dengan iming-iming dan bujukan. Sementara menilik aspek propaganda sekalipun dasarnya sangat persuasif namun disertai dengan tekanan berupa penonjolan dampak buruk yang bisa terjadi jika masyarakat tidak bertindak seperti yang dipropagandakan oleh propagandist.

 

1.3 Tujuan Pembahasan

Membahas lebih dalam mengenai komunikasi Kampanye dan Propaganda, adapun sejarah dari kedua komponen tersebut berbeda. Seperti hal Propaganda lebih digunakan pada saat zaman Perang Dunia 1, sedangkan  kampanye lebih ke arah politik amerika, maka dari itu penulis akan mengulas kembali mengenai tujuan pembahasan dari sejarah Propaganda dan Kampanye, yang memiliki korelasi penting dengan definisi ilmu komunikasi, yang pada saat ini ilmu tersebut masih kita lihat dalam kehidupan sehari-hari bahkan diterapkan kembali oleh pemerintahan, maupun institusi lembaga lainya.

2.1 Sejarah Propaganda.

Mengulas kembali kata Propaganda, berasal dari bahasa latin Propagare yang memiliki makna, menyebarkan, menaburkan, membibitkan, yang diterjemahkan dalam kamus bahasa inggris memiliki definisi to Propagate, Generate, to Produce. Dengan makna lain kata Propagare artinya menanamkan, atau membudidayakan tanaman, berdasarkan tindakan yang singkat Propagare memiliki tujuan yaitu untuk menambah jumlah sebuah populasi tanaman yang dilakukan dengan cara menyemaikan bibit, mencangkok dari potongan pohon atau menyetek. Memang pada hakikatnya kata Propagare ini digunakan dalam istilah biologis terutama dalam ilmu pertanian, namun kata ini tumbuh subur setelah berkembangnya zaman dan memasuki ranah ilmu sosial, dalam artian penyebaran suatu ide atau pokok gagasan, keyakinan atau ideologi, dan rasa isme tertentu (Munthe, 2012).

Istilah kata propaganda ini muncul di dunia sekitar abad 525 SM, Diperlihatkan dengan sebuah gambaran inskripsi Behistun mengenai peristiwa kenaikan Darius I ke tahta Persia. kemudian Propaganda sendiri sering sekali dibahas dalam sebuah karya-karya ilmuwan ternama, seperti Arthashastra, beliau merupakan seorang profesor di Universitas Takshashila, yang membahas mengenai ilmu propaganda secara detail dan mendalam, termasuk cara menyebarkan Propaganda tersebut dan pemakaiannya dalam teknik peperangan. Pada abad ke- 20, keseluruhan ideologi politik menggunakan sebuah propaganda yang memanfaatkan media modern untuk mencapai target khalayaknya. Propaganda tersebut memainkan sebuah peranan penting dalam teknik peperangan, yang digunakan selama Perang Dunia I dan II, serta bidang-bidang dan badan khusus telah dipersiapkan untuk memperkuat moral pihak sendiri, serta sebaliknya, yaitu untuk melumpuhkan pihak lawan.

Melihat kembali dari masa lalu, mengenai suatu lembaga, yang disebutkan: Propaganda Fide sebagai 1). Kongregasi di Roma untuk memperluas dan menyebarkan iman; nama baru “Sacra Congregatio pro Gentium Evangelisatione”, sebuah instansi gereja yang memiliki kedudukan  tertinggi, mengurus misi serta, kegiatan lainya dan membagi-bagi daerah misi menjadi sebuah wilayah perserikatan, mengangkat prefek-prefek dan vikaris-vikaris apostolik (berhubungan dengan atau berdasarkan ajaran para rasul. 2) Perguruan tinggi di Roma yang dibiayai Kongregasi Propaganda Fide dipersiapkan untuk pendidikan imam-imam pribumi sebagai tanah misi. Definisi makna dari kata propaganda memiliki arti yang sangat erat hubungannya dengan sejarah perkembangan agama Nasrani, berupa kegiatan-kegiatan para Misionaris atau para Apostel yang menyebarkan agamanya sampai segala pelosok dunia untuk menyebarkan ideologi dan pemahaman mengenai kebesaran dan kesucian Tuhan pada seluruh umat manusia.

Kata Propaganda pun terus diketahui kalangan umat manusia, hingga akhirnya pada tanggal 6 Januari 1622 (abad ke-17), Paus Gregorius XV melalui gereja Katolik Roma mendirikan atau mengeluarkan sebuah dekrit badan organisasi ternama untuk tujuan menyebarkan agama kristiani yaitu “Sacra Congregatio de Propaganda Fide atau Sacred Congregation for Propagation of the Faith” (Perhimpunan Suci untuk penyebaran Agama) yang dalam hal ini penyebaran agama Kristen Roma Katolik (Simatupang, dalam Deppen RI,1995: 68). Istilah dekrit Propaganda Fide ini tentu dibentuk dengan memiliki tujuan menyebarkan misi agama umat kristiani, sekaligus mengawasi kegiatan misionaris agama Katolik Roma di negara Italia maupun dari negara-negara di seluruh dunia. Di Masa saat itu pula, terjadilah sebuah Reformasi yang ditandai dengan peristiwa penting bagi sejarah dunia, yaitu Pemisahan berbagai kelompok-kelompok dari Gereja Katolik dan Kongregasi yang menjadi salah satu sebuah bentuk perlawanan Gereja terhadap gerakan Reformasi. Pada masa itu, terdapat isu penting juga yaitu perseteruan antara ilmu pengetahuan dan ilmu gereja, yang menjadikan sebagai asas dasar dari sumber pengetahuan dunia ini.

Tokoh ilmuwan  yang sudah tidak asing lagi di kuping kita yaitu Galileo, beliau mengatakan bahwasanya bumi tempat kita tinggal  ini berputar atau mengelilingi poros pada garis matahari. Tentunnya sebuah gagasan ilmu pengetahuan ini bertolak belakang dengan sebuah asas dasar ilmu yang diajarkan oleh ajaran Gereja Katolik, dan memang pada zaman itu Gereja Katolik memiliki sebuah otoritas yang tinggi dan kuasa wewenang yang tidak terkalahkan, hingga akhirnya proposisi Gereja tersebut tidak bisa dikalahkan dan dibantah, hingga akhirnya ilmuwan tersebut atau Galileo diadili dan divonis bersalah pada tahun 1633 dan dipaksa meralat pernyataanya atau gagasan ilmu yang disampaikannya. Dari sinilah Gereja mengambil sebuah peran dan posisi bertahan terhadap suatu gagasan yang tidak bisa terbantahkan, dan dari sinilah pula sebuah Propaganda merupakan usaha untuk mempropagandakan kepercayaan yang lebih berarah konotasi negatif (Bermakna negatif) saat diterapkan pada abad ke -20.

Nama lembaga yang didirikan Paus itu akhirnya mempopulerkan kata Propaganda, tentu memiliki tujuan diantaranya adalah untuk mempersiapkan bahan-bahan penyebaran agama katolik, mempersiapkan tenaga untuk ditugaskan sebagai misionaris agama katolik, mempersiapkan dan menentukan metode penyebaran agama katolik, berdasarkan dengan sasaran, serta menampung dan mempelajari mengenai laporan-laporan para penyebar agama, mengadakan evaluasi terhadap setiap kegiatan yang dilaksanakan,  disempurnakan kembali rencana penyebarannya dengan tujuan lebih baik, dengan menerapkan landasan kegiatan komunikasi serta sistem “Symbolic Interaction” dimana menggunakan lambang-lambang komunikasi bahasa lisan maupun ditulis.

            Memasuki di abad ke -17 dimana telah berkembangnya sebuah kegiatan Propaganda, dengan berbagai macam cara baru, tentu telah menimbulkan sebuah inovasi baru pada zamannya, ditemukanya sebuah alat/mesin cetak, para kaisar yang mendukung aliran katolik, menggunakan selebaran surat yang berisikan seruan kepada para pangeran beserta pengikutnya, adapun isi dari selebaran surat tersebut pendukung sebuah aliran agama protestan harus menghentikan perjuangan mereka, dikarenakan hanya menjadi sebuah usaha yang sia-sia dan alangkah baiknya untuk segera menyerah saja, pesan para kaisar pendukung aliran katolik kepada aliran protestan. Melihat fenomena tersebutlah teknik dari kegiatan Propaganda ini bertemakan semacam “Psychological Warfare”. Seiring berjalanya waktu teknik Propaganda ini tentu pernah dilakukan juga oleh para tokoh-tokoh ternama, diantaranya adalah Napoleon Bonaparte, beliau menjabat sebagai Kaisar Perancis pada tahun 1804 -1815, kemudian menggunakan teknik Propaganda itu ketika dia masih menjadi seorang pemimpin perang saudara di Amerika yaitu pada tahun 1776 -1778, dan propaganda tersebut berhasil, di zaman era Perang Dunia ke-I.

            Memasuki zaman Perang Dunia ke-II, seorang tokoh yang terkenal identik dengan sebuah teknik Propagandanya dalam sejarah dunia adalah Adolf Hitler. Dia membuat sebuah Propaganda cenderung kepada arah konotatif negatif serta membuat Propaganda dengan ciri khas kebohongan dan manipulasi. Padahal tujuan utama dari diciptakan nya Propaganda adalah untuk hal mulia, namun Hitler menyalah gunakan teknik Propaganda tersebut, sehingga munculah sebuah teori Propaganda yang diciptakan Hitler yaitu Big Lie, sebuah teori buku Mein Kampf tentang sebuah kebohongan besar yang tidak akan dipercaya oleh orang lain, kebohongan ini berisikan sebuah pemahaman bahwa seseorang dapat dengan lancang mengubah sebuah kebenaran secara besar-besaran. Seperti contoh Hitler mengimplementasikan dari isi buku tersebut kepada bangsa Yahudi, pihak Yahudi menyalahkan kekalahan Jerman dalam perang Dunia Pertama secara tidak adil, dimana pada saat itu pasukan sedang dipimpin oleh Erich Ludendorff, dari situlah kebohongan tersebut mempengaruhi masyarakat dunia sehingga kebanyakan orang menyalahkan kapten Erich Ludendorff sebagai bidang dari kekalahan Jerman, perubahan pandangan masyarakat tersebutlah dinamakan dengan “Art Of Lying By Hitler”.

            Tidak berhenti hanya pada peristiwa di atas, Propaganda negatif tersebut masih digunakan oleh negara Jerman, Goebbels seorang menteri dari organisasi Nazi, memanfaatkan ideologi Anti-Semitisme yang kemudian digunakan untuk membunuh rakyat secara masal, mau yang jahat ataupun tidak bersalah, “Teori Big Lie” ini membuat kerugian bagi bangsa Yahudi. Joseph Goebbels membuat pemahaman kebohongan terhadap seluruh umat manusia terutama Jerman terhadap bangsa Yahudi, yaitu bangsa Yahudi dengan memulai perang pembantaian terhadap Jerman dan serta memiliki bala bantuan tentara kuat yang menguasai Inggris, Rusia, dan Amerika, kemudian masyarakat Jerman mulai menakuti akan terjadinya hal tersebut. Sehingga mereka membunuh seluruh rakyat yang berbau darah Yahudi, dengan tujuan perlindungan diri, dari serangan sekutu. Propaganda yang digunakan oleh Joseph Goebbels berhasil, beliau merupakan seorang menteri Propaganda yang menyempurnakan “Teori Big Lie” pada zaman Adolf Hitler didalam organisasi Nazi, sebuah Propaganda ini akan berhasil apabila selalu diberitakan dan juga kebohongan tersebut selalu diulang kembali, sehingga tertanam dalam mindset khalayak, bahwa Propaganda dari pemahaman tersebut benar, padahal pada hakikatnya Propaganda negative tersebutlah yang salah (Peter & Simonson, 2004).

            Zaman Perang Dunia pun mulai surut, banyak peneliti melakukan sebuah penelitian atas peristiwa Propaganda yang terjadi di zaman Perang Dunia ke-I maupun Perang Dunia ke-II, salah satu tokoh yang sudah tidak asing lagi bagi anak komunikasi adalah Harold D Laswell, beliau melakukan penelitian mengenai teori dan teknik Propaganda pada zaman Perang Dunia, sehingga menghasilkan sebuah buku yang berjudul “Propaganda Technique in The World War (1927:527-522)”, didalam bukunya berisikan makna dari Propaganda sendiri yaitu “Sebuah kata yang mengacu semata, atas kendali dari sebuah pendapat, dengan menggunakan sebuah simbol-simbol yang signifikan atau mengatakan asumsi secara konkrit dan tidak terlampau akurat, dibumbui dengan menghadirkan sebuah cerita, rumor, laporan, gambar, dan bentuk-bentuk komunikasi pendukung sosial lainya. Dalam harfiah makna pernyataan tersebut, Propaganda merupakan teknik yang mempengaruhi tindakan manusia, dengan cara memanipulasi dan mempresentasikanya.

2.2 Sejarah Kampanye

Kampanye pertama kali dikenalkan lebih memiliki tujuan dalam arah ranah politik dalam pemilihan umum. Pada masa itu, kegiatan pemilihan umum yang populer dengan kampanyenya yaitu pada abad ke-19, terjadi di pemilihan umum negara amerika, menciptakan sebuah basis-basis partai politik serta dari sinilah, asas teknik kampanye terlahirkan yaitu kampanye massa. Sebuah bentuk kampanye yang dilaksanakan secara universal pada saat itu, dengan menggunakan pawai-pawai meriah serta parade militeristik, tentu dari peristiwa tersebut, Amerika Serikat mendapatkan pengakuan sebagai, pemimpin yang memiliki inovasi kampanye secara historisitas serta pula negara pertama yang berpegang teguh dengan sebuah pendekatan “Political Marketing” yang diimplementasikan dalam kampanye-kampanye politik (Dnial, 2009).

Sebagai bukti akan kuatnya sebuah penjelasan mengenai ketertarikan global terhadap sebuah sistem gaya kampanye di AS yang bersifat massif, hampir keseluruhan media melaporkan berita-berita mengenai teknik kampanye tersebut secara ekstensif (Gurevitch & Blumler, 1992). Berkembanagnya sebuah industri konsultan dalam bidang politik dengan pesat serta maraknya literatur mengenai kampanye di Amerika Serikat, membuat masyarakat dari negara-negara lain tidak heran, untuk mengikuti jejak Amerika Serikat dalam mencari sebuah ide-ide dan inovasi mengenai teknik kampanye terbaru. Melihat dari pandangan kelompok ilmuwan Scamel, Amerika Serikat pada saat itu “memimpin” sebuah trend perubahan dalam berkampanye, menggunakan cara-cara langsung, semisal dengan cara mengimpor gaya kampanye A, dengan mempekerjakan sejumlah konsultan politik yang dimiliki oleh AS, melalui pendidikan politik dengan cara observasi dan partisipasi serta praktisi kampanye secara langsung dengan non -AS dalam pemilu-pemilu di negara Amerika Serikat, dan melalui penerimaan masyarakat secara global, bahwasanya Amerika Serikat adalah sebuah role model dalam berkampanye, dengan cara menjalankan manipulasi media atau teknologi serta mempersuasi para pemilih (David L. Swanson, 1996).

Berjalanya waktu, tentu zaman pun berkembang, segala gaya dan bentuk komunikasi dalam berkampanye sudah memiliki sebuah inovasi dan cara yang kreatif, berawal dari parade, surat kabar, dan sekarang sudah memasuki era media dan teknologi. Penggunaan media massa seperti iklan-iklan politik di media cetak, televisi, internet dan lain hal nya, tentu menimbulkan sebuah istilah baru dalam dunia kampanye yaitu istilah kampanye modern, dimana melakukan sebuah kegiatan kampanye menggunakan teknologi serta pula mengacu kepada kampanye kritis, yaitu dimana salah satu calon dapat menyerang calon lainnya namun berdasarkan sebuah fakta yang sudah terjadi, seperti hal contoh sebuah peristiwa kampanye yang terjadi pada calon Gubernur DKI pada tahun 2017 atau pula kampanye Pilpres Amerika serikat antara Donald Trump dengan Hillary Clinton, menimbulkan sebuah konflik yang cukup serius, ketika sudah terselesaikan pemilu dan terpilihnya Donald Trump.

Sejarah pertama kali kampanye di Indonesia sendiri, terjadi masa pemilihan umum yaitu pada tahun 1950, dimana ketika Mohammad Natsir dari partai Masyumi menjadi perdana menteri, beliau menjadikan sebuah pemilu sebagai program dalam kabinetnya. Sejak saat itu pula pembahasan mengenai UU Pemilu dimulai serta dilakukan oleh Panitia Sahardjo dari kantor pemilihan pusat sebelum dijadikannya sebuah parlemen. Pada saat itu pula negara Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, setelah lama beradaptasi dari negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat. di dalam pemilu pertama kalinya terjadi sebuah kampanye yang dilakukan secara sehat, pada masa pemilihan DPR dan Pemerintah, mereka tidak menggiringkan otoritas jabatan untuk menggiring partainya, berjalan dengan sehat serta program kampanye tersebut. Hingga saat ini kampanye di Indonesia, masih sangat dipentingkan dalam dunia politik, sosial, ekonomi, maupun pendidikan.

Kesimpulan

Kampanye dan Propaganda merupakan sebuah komponen dalam anulir sistematika komunikasi yang tidak dapat dipisahkan, agar terjalinnya sebuah Propaganda dan Kampanye dibutuhkan sebuah rencana yang matang dan penyampaian informasi tersebut dengan gaya komunikasi yang baik dan benar. Menurut Hoeta soehta, sebuah ilmu Propaganda adalah komponen ilmu komunikasi praktika, ilmu teoritikanya adalah ilmu komunikasi teoritika ini digunakan untuk mencapai kebahagiaan dalam bidang politik. Membahasa dalam objek kajian cara menyampaikan informasi dari isi pernyataan agar komunikan dapat memahami isi pernyataan yang disampaikan, sebagaimana yang dimaksudkan oleh komunikator tersebut dan komunikan melaksanakan kepentingan komunikator.

Sedangkan kampanye sendiri lebih ke-arah persuasif, dan tidak terlalu memikat terhadap ideologi yang berujung kepada kegiatan negatif. Propaganda dan Kampanye tentu hingga saat ini tentu digunakan oleh berbagai kalangan, entah dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan pendidikan. Salah satu contoh propaganda yang masih digunakan hingga saat ini adalah sebuah representasi melalui kata-kata ujaran tulisan, gambar, maupun musikal, merambat kepada media massa teknologi. Dapat kita lihat ISIS, melakukan sebuah Propaganda kepada anak-anak dengan membuat sebuah game aplikasi peperangan yang di dalam game tersebut terdapat simbol ISIS, hingga pada hakikatnya anak tersebut tidak mengetahui akan pastinya bahwa mereka terkena Propaganda dari ISIS.

Daftar Pustaka

David L. Swanson, P. M. (1996). Politics, Media, and Modern Democracy - An intenational Study of innovations in Electoral Campaigning and Their Consequences. United States Of Amerika : Preager Published.

Dnial, A. (2009). Iklan Politik TV Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru. Yogyakarta: PT. L Kis Yogyakarta.

Peter, J. D., & Simonson, P. (2004). Mass Communication and American Social Thought: Key Texts, 1919-1968. United State Of America: Rowman & Litlefiled Publisher INC.

Welcsh, D. (2014). Propaganda, Power and Persuasion: From World War I to Wikileaks. New York: IB Tauris & Co Ltd.

 

Munthe, M. G. (2012). Propaganda dan Ilmu Komunikasi. Jurnal ULTIMA Comm, 4(1), 39–50. https://doi.org/10.31937/ultimacomm.v4i1.429

 

­­

1 Response to " "

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel