Sejarah Komunikasi Propaganda dan Kampanye
Ditulis Oleh :
Aflah Ghani Ramadhan - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
Mendengar istilah terminology propaganda dan kampanye, mungkin
sudah tidak asing kita dengar dalam pembicaraan maupun bahan referensi buku,
surat kabar atau dokumen yang biasa kita
baca. Propaganda berasal dari bahasa latin “propagare”
yang artinya cara tukang kebun menyemaikan tunas dari suatu tanaman ke tanaman
yang lain atau lahan untuk menghasilkan sebuah tanaman baru yang kelak akan
tumbuh sendiri. dengan kata lain arti dari makna tersebut adalah berkembang
atau memekarkan (untuk tunas). Mengulas sedikit dari asal usul sejarah
propaganda, dikembangkan untuk memekarkan agama katolik roma, baik di italia
maupun negara-negara lainya, tidak hanya digunakan dalam bidang agama saja,
namun komersial, pemerintahan, pendidikan, dan politik.
Mendengar atau membaca istilah makna dari kata propaganda sendiri
tentu memiliki makna penafsiran yang berbeda dari setiap pengalaman orang yang
memahaminya, adapun orang yang menafsirkan positif dikarenakan suatu tindakan
yang mempengaruhi dan membawa sebuah perubahan yang baik, ada juga orang yang
menafsirkan negatif dikarenakan sebuah kegiatan yang merugikan dan membuat
keadaan menjadi chaos. Istilah
propaganda dapat memiliki makna negatif apabila telah mengukir kan suatu
gambaran buruk terhadap pemikiran atau mindset
orang. Akibatnya banyak orang yang beranggapan bahwa mempelajari propaganda
adalah sesuatu yang buruk dan tidak ada kebaikan, sehingga alangkah baiknya
tidak perlu diketahui, apalagi dipelajari.
Berdasarkan hasil penelitian yang dikerjakan oleh Harold D
Lasswell, mengenai penelitian kegiatan propaganda, semua hasil temuan mengenai
propaganda tercatat penting dan bernilai, adapun hasil penelitiannya mengenai
propaganda yang terjadi pada zaman Perang Dunia 1, dipublikasikan menjadi
sebuah buku pada tahun 1927 yang berjudul “Propaganda
Technique in The World War”, malah
mendapatkan respon yang kurang baik, dimana karya tersebut alangkah baiknya
jangan dipublikasikan, bahkan harus segera dihancurkan, reaksi para pembaca
merasa ketakutan ketika menunjukan adanya sebuah teknik - teknik propaganda,
yang takut disalah gunakan ketika zaman setelah Perang Dunia 1 (Severin;
Tankard Jr, 2007:127).
Harold D.Laswell di dalam tulisanya Propaganda (1927) Mengatakan
bahwasanya “Propaganda merupakan sebuah teknik untuk mempengaruhi kegiatan
manusia dengan memanipulasi sebuah representasi” (propaganda in broadest sense is the technique of influencing human
action by the manipulation of presentations). adapun definisi lain yang
ditulis oleh Harold D.Laswell dalam buku Propaganda Technique in the world
(1927) beliau berkata “Propaganda merupakan semata-mata adalah kontrol opini
yang dilakukan melalui simbol-simbol yang memiliki arti atau menyampaikan nya
dengan konkrit, akurat, dan teliti, melalui sebuah rumor laporan, gambar-gambar
dan bentuk yang digunakan dalam komunikasi sosial” (It
refers [propaganda, pen] solely to the control of public opinion by significant
symbols, or to speak more concretely and less accurately, by the stories,
rumours, report, picture, and other form of social communication”)
1.2 Rumusan Masalah
Menilik dari bahasan propaganda, tentu komunikasi memiliki sebuah
korelasi atas definisi tersebut, sama halnya dengan kampanye. Kampanye
merupakan sebuah bentuk kegiatan komunikasi menyampaikan informasi atas
kepentingan pribadi yang terencana, untuk mencapai tujuan tertentu dan berupaya
mempengaruhi khalayak sebagai sasaran.Sedangkan menurut Venus (2004 dikutip
dalam arifin 2019:51), pengertian secara umum mengenai makna kampanye sendiri
secara umum sudah dikenal pada tahun 1940 an, yaitu “Campaign is generally
exemplify persuasion in action” yang artinya kampanye secara umum menampilkan
sebuah kegiatan yang membujuk.
Berdasarkan pengertian tersebutlah tentu kampanye merupakan suatu
komponen penting dalam ilmu komunikasi, agar dapat mempengaruhi khalayak dan
mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan kurun waktu tertentu. Kampanye dan
Propaganda sama-sama membangun jaringan komunikasi untuk menyampaikan sebuah
gagasan merek, jadi pada kenyataanya kedua hal ini memang memiliki kemiripan
dalam sebuah konsep, memang cukup tipis membedakan kedua konsep propaganda dan
kampanye. Jika menilik dari perbedaan metodenya, mungkin kampanye jauh lebih
persuasif ketimbang propaganda dikarenakan disertai dengan iming-iming dan
bujukan. Sementara menilik aspek propaganda sekalipun dasarnya sangat persuasif
namun disertai dengan tekanan berupa penonjolan dampak buruk yang bisa terjadi
jika masyarakat tidak bertindak seperti yang dipropagandakan oleh propagandist.
1.3 Tujuan Pembahasan
Membahas lebih dalam mengenai komunikasi Kampanye dan Propaganda, adapun sejarah dari kedua komponen tersebut berbeda. Seperti hal Propaganda lebih digunakan pada saat zaman Perang Dunia 1, sedangkan kampanye lebih ke arah politik amerika, maka dari itu penulis akan mengulas kembali mengenai tujuan pembahasan dari sejarah Propaganda dan Kampanye, yang memiliki korelasi penting dengan definisi ilmu komunikasi, yang pada saat ini ilmu tersebut masih kita lihat dalam kehidupan sehari-hari bahkan diterapkan kembali oleh pemerintahan, maupun institusi lembaga lainya.
Mengulas kembali kata Propaganda, berasal dari bahasa latin Propagare yang memiliki makna,
menyebarkan, menaburkan, membibitkan, yang diterjemahkan dalam kamus bahasa
inggris memiliki definisi to Propagate,
Generate, to Produce. Dengan makna lain kata Propagare artinya menanamkan, atau membudidayakan tanaman,
berdasarkan tindakan yang singkat Propagare
memiliki tujuan yaitu untuk menambah jumlah sebuah populasi tanaman yang
dilakukan dengan cara menyemaikan bibit, mencangkok dari potongan pohon atau
menyetek. Memang pada hakikatnya kata Propagare
ini digunakan dalam istilah biologis terutama dalam ilmu pertanian, namun kata
ini tumbuh subur setelah berkembangnya zaman dan memasuki ranah ilmu sosial,
dalam artian penyebaran suatu ide atau pokok gagasan, keyakinan atau ideologi,
dan rasa isme tertentu (Munthe, 2012).
Istilah kata propaganda ini muncul di dunia sekitar abad 525 SM,
Diperlihatkan dengan sebuah gambaran inskripsi Behistun mengenai peristiwa
kenaikan Darius I ke tahta Persia. kemudian Propaganda sendiri sering sekali
dibahas dalam sebuah karya-karya ilmuwan ternama, seperti Arthashastra, beliau
merupakan seorang profesor di Universitas Takshashila, yang membahas mengenai
ilmu propaganda secara detail dan mendalam, termasuk cara menyebarkan
Propaganda tersebut dan pemakaiannya dalam teknik peperangan. Pada abad ke- 20,
keseluruhan ideologi politik menggunakan sebuah propaganda yang memanfaatkan
media modern untuk mencapai target khalayaknya. Propaganda tersebut memainkan
sebuah peranan penting dalam teknik peperangan, yang digunakan selama Perang
Dunia I dan II, serta bidang-bidang dan badan khusus telah dipersiapkan untuk
memperkuat moral pihak sendiri, serta sebaliknya, yaitu untuk melumpuhkan pihak
lawan.
Melihat kembali dari masa lalu, mengenai suatu lembaga, yang
disebutkan: Propaganda Fide sebagai 1). Kongregasi di Roma untuk memperluas dan
menyebarkan iman; nama baru “Sacra
Congregatio pro Gentium Evangelisatione”, sebuah instansi gereja yang
memiliki kedudukan tertinggi, mengurus
misi serta, kegiatan lainya dan membagi-bagi daerah misi menjadi sebuah wilayah
perserikatan, mengangkat prefek-prefek dan vikaris-vikaris apostolik
(berhubungan dengan atau berdasarkan ajaran para rasul. 2) Perguruan tinggi di
Roma yang dibiayai Kongregasi Propaganda Fide dipersiapkan untuk pendidikan
imam-imam pribumi sebagai tanah misi. Definisi makna dari kata propaganda
memiliki arti yang sangat erat hubungannya dengan sejarah perkembangan agama
Nasrani, berupa kegiatan-kegiatan para Misionaris atau para Apostel yang
menyebarkan agamanya sampai segala pelosok dunia untuk menyebarkan ideologi dan
pemahaman mengenai kebesaran dan kesucian Tuhan pada seluruh umat manusia.
Kata Propaganda pun terus diketahui kalangan umat manusia, hingga
akhirnya pada tanggal 6 Januari 1622 (abad ke-17), Paus Gregorius XV melalui
gereja Katolik Roma mendirikan atau mengeluarkan sebuah dekrit badan organisasi
ternama untuk tujuan menyebarkan agama kristiani yaitu “Sacra Congregatio de Propaganda Fide atau Sacred Congregation for
Propagation of the Faith” (Perhimpunan Suci untuk penyebaran Agama) yang
dalam hal ini penyebaran agama Kristen Roma Katolik (Simatupang, dalam Deppen
RI,1995: 68). Istilah dekrit Propaganda Fide ini tentu dibentuk dengan memiliki
tujuan menyebarkan misi agama umat kristiani, sekaligus mengawasi kegiatan
misionaris agama Katolik Roma di negara Italia maupun dari negara-negara di
seluruh dunia. Di Masa saat itu pula, terjadilah sebuah Reformasi yang ditandai
dengan peristiwa penting bagi sejarah dunia, yaitu Pemisahan berbagai
kelompok-kelompok dari Gereja Katolik dan Kongregasi yang menjadi salah satu
sebuah bentuk perlawanan Gereja terhadap gerakan Reformasi. Pada masa itu,
terdapat isu penting juga yaitu perseteruan antara ilmu pengetahuan dan ilmu
gereja, yang menjadikan sebagai asas dasar dari sumber pengetahuan dunia ini.
Tokoh ilmuwan yang sudah
tidak asing lagi di kuping kita yaitu Galileo, beliau mengatakan bahwasanya
bumi tempat kita tinggal ini berputar
atau mengelilingi poros pada garis matahari. Tentunnya sebuah gagasan ilmu
pengetahuan ini bertolak belakang dengan sebuah asas dasar ilmu yang diajarkan
oleh ajaran Gereja Katolik, dan memang pada zaman itu Gereja Katolik memiliki
sebuah otoritas yang tinggi dan kuasa wewenang yang tidak terkalahkan, hingga
akhirnya proposisi Gereja tersebut tidak bisa dikalahkan dan dibantah, hingga
akhirnya ilmuwan tersebut atau Galileo diadili dan divonis bersalah pada tahun
1633 dan dipaksa meralat pernyataanya atau gagasan ilmu yang disampaikannya.
Dari sinilah Gereja mengambil sebuah peran dan posisi bertahan terhadap suatu
gagasan yang tidak bisa terbantahkan, dan dari sinilah pula sebuah Propaganda
merupakan usaha untuk mempropagandakan kepercayaan yang lebih berarah konotasi
negatif (Bermakna negatif) saat diterapkan pada abad ke -20.
Nama lembaga yang didirikan Paus itu akhirnya mempopulerkan kata
Propaganda, tentu memiliki tujuan diantaranya adalah untuk mempersiapkan
bahan-bahan penyebaran agama katolik, mempersiapkan tenaga untuk ditugaskan
sebagai misionaris agama katolik, mempersiapkan dan menentukan metode penyebaran
agama katolik, berdasarkan dengan sasaran, serta menampung dan mempelajari
mengenai laporan-laporan para penyebar agama, mengadakan evaluasi terhadap
setiap kegiatan yang dilaksanakan,
disempurnakan kembali rencana penyebarannya dengan tujuan lebih baik,
dengan menerapkan landasan kegiatan komunikasi serta sistem “Symbolic Interaction” dimana
menggunakan lambang-lambang komunikasi bahasa lisan maupun ditulis.
Memasuki di abad ke -17 dimana telah
berkembangnya sebuah kegiatan Propaganda, dengan berbagai macam cara baru,
tentu telah menimbulkan sebuah inovasi baru pada zamannya, ditemukanya sebuah
alat/mesin cetak, para kaisar yang mendukung aliran katolik, menggunakan
selebaran surat yang berisikan seruan kepada para pangeran beserta pengikutnya,
adapun isi dari selebaran surat tersebut pendukung sebuah aliran agama
protestan harus menghentikan perjuangan mereka, dikarenakan hanya menjadi
sebuah usaha yang sia-sia dan alangkah baiknya untuk segera menyerah saja,
pesan para kaisar pendukung aliran katolik kepada aliran protestan. Melihat
fenomena tersebutlah teknik dari kegiatan Propaganda ini bertemakan semacam “Psychological Warfare”. Seiring
berjalanya waktu teknik Propaganda ini tentu pernah dilakukan juga oleh para
tokoh-tokoh ternama, diantaranya adalah Napoleon Bonaparte, beliau menjabat
sebagai Kaisar Perancis pada tahun 1804 -1815, kemudian menggunakan teknik
Propaganda itu ketika dia masih menjadi seorang pemimpin perang saudara di
Amerika yaitu pada tahun 1776 -1778, dan propaganda tersebut berhasil, di zaman
era Perang Dunia ke-I.
Memasuki zaman Perang Dunia ke-II,
seorang tokoh yang terkenal identik dengan sebuah teknik Propagandanya dalam
sejarah dunia adalah Adolf Hitler. Dia membuat sebuah Propaganda cenderung
kepada arah konotatif negatif serta membuat Propaganda dengan ciri khas
kebohongan dan manipulasi. Padahal tujuan utama dari diciptakan nya Propaganda
adalah untuk hal mulia, namun Hitler menyalah gunakan teknik Propaganda
tersebut, sehingga munculah sebuah teori Propaganda yang diciptakan Hitler
yaitu Big Lie, sebuah teori buku Mein Kampf tentang sebuah kebohongan besar
yang tidak akan dipercaya oleh orang lain, kebohongan ini berisikan sebuah
pemahaman bahwa seseorang dapat dengan lancang mengubah sebuah kebenaran secara
besar-besaran. Seperti contoh Hitler mengimplementasikan dari isi buku tersebut
kepada bangsa Yahudi, pihak Yahudi menyalahkan kekalahan Jerman dalam perang
Dunia Pertama secara tidak adil, dimana pada saat itu pasukan sedang dipimpin
oleh Erich Ludendorff, dari situlah kebohongan tersebut mempengaruhi masyarakat
dunia sehingga kebanyakan orang menyalahkan kapten Erich Ludendorff sebagai
bidang dari kekalahan Jerman, perubahan pandangan masyarakat tersebutlah
dinamakan dengan “Art Of Lying By Hitler”.
Tidak berhenti hanya pada peristiwa
di atas, Propaganda negatif tersebut masih digunakan oleh negara Jerman,
Goebbels seorang menteri dari organisasi Nazi, memanfaatkan ideologi
Anti-Semitisme yang kemudian digunakan untuk membunuh rakyat secara masal, mau
yang jahat ataupun tidak bersalah, “Teori
Big Lie” ini membuat kerugian bagi bangsa Yahudi. Joseph Goebbels membuat
pemahaman kebohongan terhadap seluruh umat manusia terutama Jerman terhadap
bangsa Yahudi, yaitu bangsa Yahudi dengan memulai perang pembantaian terhadap
Jerman dan serta memiliki bala bantuan tentara kuat yang menguasai Inggris,
Rusia, dan Amerika, kemudian masyarakat Jerman mulai menakuti akan terjadinya
hal tersebut. Sehingga mereka membunuh seluruh rakyat yang berbau darah Yahudi,
dengan tujuan perlindungan diri, dari serangan sekutu. Propaganda yang
digunakan oleh Joseph Goebbels berhasil, beliau merupakan seorang menteri
Propaganda yang menyempurnakan “Teori Big
Lie” pada zaman Adolf Hitler didalam organisasi Nazi, sebuah Propaganda ini
akan berhasil apabila selalu diberitakan dan juga kebohongan tersebut selalu
diulang kembali, sehingga tertanam dalam mindset khalayak, bahwa Propaganda
dari pemahaman tersebut benar, padahal pada hakikatnya Propaganda negative
tersebutlah yang salah
Zaman Perang Dunia pun mulai surut,
banyak peneliti melakukan sebuah penelitian atas peristiwa Propaganda yang
terjadi di zaman Perang Dunia ke-I maupun Perang Dunia ke-II, salah satu tokoh
yang sudah tidak asing lagi bagi anak komunikasi adalah Harold D Laswell,
beliau melakukan penelitian mengenai teori dan teknik Propaganda pada zaman
Perang Dunia, sehingga menghasilkan sebuah buku yang berjudul “Propaganda
Technique in The World War (1927:527-522)”, didalam bukunya berisikan makna
dari Propaganda sendiri yaitu “Sebuah kata yang mengacu semata, atas kendali
dari sebuah pendapat, dengan menggunakan sebuah simbol-simbol yang signifikan
atau mengatakan asumsi secara konkrit dan tidak terlampau akurat, dibumbui
dengan menghadirkan sebuah cerita, rumor, laporan, gambar, dan bentuk-bentuk
komunikasi pendukung sosial lainya. Dalam harfiah makna pernyataan tersebut,
Propaganda merupakan teknik yang mempengaruhi tindakan manusia, dengan cara
memanipulasi dan mempresentasikanya.
Kampanye pertama kali
dikenalkan lebih memiliki tujuan dalam arah ranah politik dalam pemilihan umum.
Pada masa itu, kegiatan pemilihan umum yang populer dengan kampanyenya yaitu
pada abad ke-19, terjadi di pemilihan umum negara amerika, menciptakan sebuah
basis-basis partai politik serta dari sinilah, asas teknik kampanye terlahirkan
yaitu kampanye massa. Sebuah bentuk kampanye yang dilaksanakan secara universal
pada saat itu, dengan menggunakan pawai-pawai meriah serta parade militeristik,
tentu dari peristiwa tersebut, Amerika Serikat mendapatkan pengakuan sebagai,
pemimpin yang memiliki inovasi kampanye secara historisitas serta pula negara
pertama yang berpegang teguh dengan sebuah pendekatan “Political Marketing” yang diimplementasikan dalam kampanye-kampanye
politik
Sebagai bukti akan
kuatnya sebuah penjelasan mengenai ketertarikan global terhadap sebuah sistem
gaya kampanye di AS yang bersifat massif, hampir keseluruhan media melaporkan
berita-berita mengenai teknik kampanye tersebut secara ekstensif (Gurevitch
& Blumler, 1992). Berkembanagnya sebuah industri konsultan dalam bidang
politik dengan pesat serta maraknya literatur mengenai kampanye di Amerika
Serikat, membuat masyarakat dari negara-negara lain tidak heran, untuk mengikuti
jejak Amerika Serikat dalam mencari sebuah ide-ide dan inovasi mengenai teknik
kampanye terbaru. Melihat dari pandangan kelompok ilmuwan Scamel, Amerika
Serikat pada saat itu “memimpin” sebuah trend perubahan dalam berkampanye,
menggunakan cara-cara langsung, semisal dengan cara mengimpor gaya kampanye A,
dengan mempekerjakan sejumlah konsultan politik yang dimiliki oleh AS, melalui
pendidikan politik dengan cara observasi dan partisipasi serta praktisi
kampanye secara langsung dengan non -AS dalam pemilu-pemilu di negara Amerika
Serikat, dan melalui penerimaan masyarakat secara global, bahwasanya Amerika
Serikat adalah sebuah role model dalam berkampanye, dengan cara menjalankan
manipulasi media atau teknologi serta mempersuasi para pemilih
Berjalanya waktu,
tentu zaman pun berkembang, segala gaya dan bentuk komunikasi dalam berkampanye
sudah memiliki sebuah inovasi dan cara yang kreatif, berawal dari parade, surat
kabar, dan sekarang sudah memasuki era media dan teknologi. Penggunaan media
massa seperti iklan-iklan politik di media cetak, televisi, internet dan lain
hal nya, tentu menimbulkan sebuah istilah baru dalam dunia kampanye yaitu
istilah kampanye modern, dimana melakukan sebuah kegiatan kampanye menggunakan
teknologi serta pula mengacu kepada kampanye kritis, yaitu dimana salah satu
calon dapat menyerang calon lainnya namun berdasarkan sebuah fakta yang sudah
terjadi, seperti hal contoh sebuah peristiwa kampanye yang terjadi pada calon Gubernur
DKI pada tahun 2017 atau pula kampanye Pilpres Amerika serikat antara Donald
Trump dengan Hillary Clinton, menimbulkan sebuah konflik yang cukup serius,
ketika sudah terselesaikan pemilu dan terpilihnya Donald Trump.
Sejarah pertama kali kampanye di Indonesia sendiri, terjadi masa pemilihan umum yaitu pada tahun 1950, dimana ketika Mohammad Natsir dari partai Masyumi menjadi perdana menteri, beliau menjadikan sebuah pemilu sebagai program dalam kabinetnya. Sejak saat itu pula pembahasan mengenai UU Pemilu dimulai serta dilakukan oleh Panitia Sahardjo dari kantor pemilihan pusat sebelum dijadikannya sebuah parlemen. Pada saat itu pula negara Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, setelah lama beradaptasi dari negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat. di dalam pemilu pertama kalinya terjadi sebuah kampanye yang dilakukan secara sehat, pada masa pemilihan DPR dan Pemerintah, mereka tidak menggiringkan otoritas jabatan untuk menggiring partainya, berjalan dengan sehat serta program kampanye tersebut. Hingga saat ini kampanye di Indonesia, masih sangat dipentingkan dalam dunia politik, sosial, ekonomi, maupun pendidikan.
Kesimpulan
Kampanye dan
Propaganda merupakan sebuah komponen dalam anulir sistematika komunikasi yang
tidak dapat dipisahkan, agar terjalinnya sebuah Propaganda dan Kampanye
dibutuhkan sebuah rencana yang matang dan penyampaian informasi tersebut dengan
gaya komunikasi yang baik dan benar. Menurut Hoeta soehta, sebuah ilmu
Propaganda adalah komponen ilmu komunikasi praktika, ilmu teoritikanya adalah
ilmu komunikasi teoritika ini digunakan untuk mencapai kebahagiaan dalam bidang
politik. Membahasa dalam objek kajian cara menyampaikan informasi dari isi
pernyataan agar komunikan dapat memahami isi pernyataan yang disampaikan,
sebagaimana yang dimaksudkan oleh komunikator tersebut dan komunikan melaksanakan
kepentingan komunikator.
Sedangkan kampanye
sendiri lebih ke-arah persuasif, dan tidak terlalu memikat terhadap ideologi
yang berujung kepada kegiatan negatif. Propaganda dan Kampanye tentu hingga
saat ini tentu digunakan oleh berbagai kalangan, entah dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, dan pendidikan. Salah satu contoh propaganda yang masih
digunakan hingga saat ini adalah sebuah representasi melalui kata-kata ujaran
tulisan, gambar, maupun musikal, merambat kepada media massa teknologi. Dapat
kita lihat ISIS, melakukan sebuah Propaganda kepada anak-anak dengan membuat
sebuah game aplikasi peperangan yang di dalam game tersebut terdapat simbol
ISIS, hingga pada hakikatnya anak tersebut tidak mengetahui akan pastinya bahwa
mereka terkena Propaganda dari ISIS.
Daftar Pustaka
David L.
Swanson, P. M. (1996). Politics, Media, and Modern Democracy - An
intenational Study of innovations in Electoral Campaigning and Their
Consequences. United States Of Amerika : Preager Published.
Dnial,
A. (2009). Iklan Politik TV Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru.
Yogyakarta: PT. L Kis Yogyakarta.
Peter,
J. D., & Simonson, P. (2004). Mass Communication and American Social
Thought: Key Texts, 1919-1968. United State Of America: Rowman &
Litlefiled Publisher INC.
Welcsh,
D. (2014). Propaganda, Power and Persuasion: From World War I to
Wikileaks. New York: IB Tauris & Co Ltd.
Munthe, M. G. (2012). Propaganda dan Ilmu
Komunikasi. Jurnal ULTIMA Comm, 4(1), 39–50.
https://doi.org/10.31937/ultimacomm.v4i1.429
https://t.me/filmharam
BalasHapus